Miris! Jalan Rusak Bertahun-tahun, Bantuan Tak Tiba: Sukakerta Seolah Desa yang Dilupakan, atau Dikorupsi?
Kab. Cianjur, faktualtimes.com
Desa Sukakerta, Kecamatan Kadupandak, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat, menjadi potret buram dari pengelolaan anggaran yang diduga sarat dengan penyimpangan dan ketidakadilan. Dugaan anggaran fiktif pada tahun 2023 hingga 2024, kerusakan infrastruktur jalan yang tak kunjung diperbaiki, serta bantuan sosial yang tidak menyentuh warga membuat masyarakat mulai angkat suara.
Meski papan informasi anggaran tersedia, warga tetap merasa tak mendapatkan kejelasan soal realisasi dana desa, terutama pada program ketahanan pangan dan infrastruktur. Bukti nyata di lapangan tidak sebanding dengan angka-angka yang tercantum di atas kertas.
“Setiap tahun katanya ada anggaran ketahanan pangan dan perbaikan jalan. Tapi kenyataannya jalan rusak parah tidak pernah diperbaiki. Bantuan pun tidak jelas ke mana perginya,” ujar salah satu warga dengan nada kecewa.
Keluhan tidak berhenti di situ. Warga Kampung Jumre dan Kampung Pamoyanan, Adalah wilayah yang ada di Desa Sukakerta, menyuarakan rasa kecewa dan luka hati yang lebih dalam. Mereka merasa dianaktirikan oleh Kepala Desa saat ini.
Dugaan diskriminasi ini muncul karena mayoritas warga Kampung Jumre dan Pamoyanan tidak memberikan suara untuk kepala desa yang sekarang saat pemilihan dulu.
“Kami dengar sendiri, katanya kami bukan anaknya. Padahal kami ini juga warga Desa Sukakerta. Apakah karena tidak mendukung waktu Pilkades, lalu hak kami dicabut begitu saja? Ini bukan demokrasi, ini pembalasan dendam,” ungkap seorang warga Kampung Jumre dan Pamoyanan.
Menurut warga, sikap kepala desa yang tidak merangkul seluruh masyarakat secara adil justru memperkeruh hubungan sosial di tingkat desa. Pemerintahan desa seharusnya menjadi pengayom seluruh warganya, bukan hanya melayani kelompok yang mendukungnya secara politik.
Faktanya, kondisi di Kampung Jumre dan Pamoyanan menunjukkan banyak ketimpangan. Jalanan rusak dibiarkan, program bantuan tidak menyentuh masyarakat, bahkan kegiatan desa nyaris tidak melibatkan warga setempat. Seolah-olah, keberadaan mereka sengaja diabaikan oleh pihak desa.
“Kami merasa tidak dianggap. Padahal pajak kami bayar, hak kami sama. Tapi kepala desa seperti memusuhi kami. Kalau terus begini, Sukakerta bisa pecah dari dalam,” tambah warga lainnya dengan nada getir.
Upaya konfirmasi kepada Kepala Desa Sukakerta atas berbagai persoalan ini tidak membuahkan hasil. Pesan, panggilan, dan permintaan wawancara dari awak media tidak direspons. Diamnya kepala desa atas kritik dan pertanyaan warga kian memperkuat dugaan bahwa ada persoalan serius yang coba disembunyikan.
Dengan berbagai ketimpangan yang terjadi, warga mendesak agar Inspektorat Kabupaten Cianjur, Kejaksaan Negeri, hingga aparat penegak hukum segera turun tangan melakukan pemeriksaan menyeluruh atas pengelolaan Dana Desa Sukakerta dan dugaan tindakan diskriminatif terhadap sebagian warganya.
Masyarakat menegaskan: ini bukan hanya soal anggaran, ini soal keadilan, martabat, dan persatuan desa yang sedang dikoyak oleh kepentingan sempit dan kekuasaan yang tidak bijak. Jika suara rakyat terus diabaikan, maka wajar jika muncul ketidakpercayaan dan perlawanan.
Penulis: G